DS019-MENGEJAR BIDADARI
Suatu hari saya diundang pada sebuah pengajian ba’da isya yang
diadakan oleh sebuah kelompok dakwah keliling yang kebetulan lewat di kampung saya dan
meminta ijin takmir mushalla setempat agar diberi waktu untuk menyampaikan sepatah dua
patah kata.
Saya menghadiri undangan itu dan memilih tempat paling depan dengan
harapan mendapatkan pencerahan atau paling tidak semangat baru untuk
mengembangkan dakwah Islam.
Setelah mengucapkan salam yang didahului dengan puja-puji kepada
Allah, sang penceramah memulai bahasannya:
"Saudara-saudara, jangan pernah anda terpedaya oleh kehidupan
dunia yang fana dan ajakan hawa nafsu, baik menuju harta, kekuasaan dan terutama
wanita. Kalian jangan sekali-kali tergoda oleh paras rupawan perempuan duniawi
karena di surga, Allah sudah sediakan bagi orang yang berjuang di jalanNya para
bidadari yang selalu muda dan menarik.
Penceramah melanjutkan (ini seingat saya karena kejadiannya sudah
lama berlalu): “Ketahuilah saudara-saudaar, secantik-cantiknya perempuan
duniawi tidak akan bias menandingi bidadari surgawi. Sungguh bidadari surga
memiliki mata yang indah dan besar, bibir yang basah menawan, tubuh yang molek
dan menggairahkan, cara berjalan yang menggoda dan tutur kata yang
membuai". Tanpa terasa penceramah itu telah asyik dengan khayalan
kemolekan wanita yang mereka sebut bidadari.
Saya hanya bertanya-tanya dalam hati: “Bagaimana bisa penceramah itu tahu kalau
bidadari pasti cantik padahal bisa dipastikan ia belum pernah melihatnya...?,
pastilah ia membandingkan kecantikan bidadari dengan membayangkan kecantikan
wanita duniawi sebagai fantasi pembanding. Pasti ia sedang berkhayal mengenai
wanita cantik seperti artis wanita yang mereka lihat di TV atau media lainnya.
Mengapa saya berani mengatakan demikian?
Setiap manusia membutuhkan 'mafhum' / gambaran untuk
memahami sesuatu yang untuk selanjutnya mafhum tersebut ditransfer kepada orang
lain setelah diubah formatnya menjadi lafadz atau kata-kata. Jadi lafadz keluar
dari mulut manusia setelah tercetak gambaran dalam otaknya. Kesimpulannya, apa
yang ia katakana adalah hasil dari apa yang ia bayangkan.
Karena itulah Allah menggambarkan surga sebagai kenikmatan yang
bersifat inderawi, seperti bidadari, sungai madu, kolam susu, para pelayan yang
muda lagi sehat, gelas-gelas yang tersusun rapi, kendi-kendi yang menuangkan
air wangi kedalam cawan-cawan surgawi.....semua itu karena Allah tahu bahwa
tanpa gambaran, manusia secara umum tidak akan memiliki dan merasakan betapa
nikmat itu menggiurkan. Kalau tidak salah Mulla Shadra pernah mengatakan: al
insan yasta-nisu bil mahsuusaat (manusia selalu lebih akrab dengan hal-hal
inderawi).
Meski demikian bukan berarti kita boleh membayangkan dan
berimajinasi bahwa kenikmatan surga seperti halnya kenikmatan dunia. Hal itu
akan menyesatkan pemikiran kita.
Memang dalam Al Quran kita mendapati firman Allah dalam surat Al
Baqarah tentang nikmat surgawi: wa utuu bihi mutasyabiha (dan mereka
diberi nikmat serupa), namun yang dimaksud dalam ayat itu bahwa kenikmatan
apapun yang pernah kalian bayangkan akan tersedia dengan segera.
Saya akan akhiri tulisan singkat ini dengan sebuah dialog cukup
menarik antara seorang ustadz dan muridnya di satu pondok pesantren.
Pada sebuah majlis ta’lim rutin seorang murid bertanya kepada
ustadz yang mengajar kelas tauhid.
Murid: "Ustadz, bolehkan orang minum khamar di surga...?
Ustadz: "Boleh saja, semua halal di surga, semuanya menjadi
syar'i di sana".
Murid : Berapa gelas yang
boleh diminum ustadz?
Ustadz : “Terserah kamu,
jangankan beberapa gelas, beberapa botolpun boleh kamu minum tanpa berdosa”.
Murid: "Kalau ingin berzina, apakah diperbolehkan?"
Ustadz: "Boleh saja, semuanya itu diperbolehkan sebagai
ganjaran atas kebaikan orang yang shalih".
Murid: (dengan sedikit keisengan) “Berapa batas jumlah perempuan
yang kita boleh berzina dengannya....?"
Ustadz: "Unlimited, tiada batas, berapapun kau mau, kau bisa
lakukan sekehendak hati kamu, dan itu semua halal bagimu"
Murid: "Asyik sekali ustadz....nikmat betul yang namanya surge
itu....membuat saya semakin bersemangat beribadah dan menambah amal shalih.
Memang di dunia kita harus sabar untuk mendapatkan kenikmatan tanpa batas".
Ustadz: "Tapi......"
Murid: "Tapi apa ustadz.....? "
Ustadz: "Memang semua perbuatan yang diharamkan di dunia, akan
dihalalkan di surga, seperti zina, minum khamar, mencuri dan sebagainya. Tapi
ingatlah, kalau di dunia saja engkau sudah berpikir tentang zina, khamar dan berbagai
maksiat lainnya, insyallah, kamu bukan termasuk ahli surga...."
Murid: "💔💔💔, (pingsan)
Apakah penceramah di mushalla tadi akan masuk surga?...wallahu
a'lam...!
No comments