DS026-ILMU BUTUH KEARIFAN
Pada
tulisan sebelumnya, kita pernah membahas mengenai logika sebagai sarana paling
efektif dalam mencari Tuhan. Meski demikian, bukan berarti logika selalu berjalan
lurus tanpa halangan. Kadang saat kita tidak jeli menggunakan logika kita,
tidak sedikit kondisi dimana logika dipermainkan oleh mughalathah (permainan
kata-kata yang menyesatkan), dorongan al hawa (hawa nafsu) dan juga
syubhat (menyamarkan makna untuk menyesatkan pikiran) sehingga logika kita
bagaikan tidak berfungsi dan kadang kontra pruduktif. Orang-orang yang memiliki
tujuan tertentu seringkali menggunakan tipu muslihat untuk membingungkan pikiran
orang lain sehingga tanda disadari, korban sudah tergiring menuju alur
pemikiran dan tujuan penyesatan. Inilah yang dikhawatirkan malaikat yang
melihat manusia sebagai pembuat kerusakan dan cinta pertumpahan darah.
Sebenarnya
pemanfaatan logika untuk penyesatan sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan
Iblis sejak ia menolak sujud kepada Adam as. dimana ia selalu berkelit dari
perintah Allah dengan menggunakan permainan kata-kata dan penyesasatan pikiran.
Bagi orang yang tidak waspada dengan tipu daya ini, akan dengan mudah masuk
dalam perangkap ini dan melihat kebathilan sebagai kebaikan dan demikian
sebaliknya.
Salah
satu metode yang digunakan oleh Iblis adalah tala'ub bil kalimat
(permainan kata-kata), dimana dia menggunakan lafadz-lafadz yang membuai
telinga dan seakan semua yang ia hembuskan adalah kebenaran adanya. Sungguh menyesatkan
bagi orang-orang yang tidak memiliki dasar kesadaran berlogika dan akan merasa
benar dalam kebathilan.
Saya
akan memberikan beberapa contoh:
Sebuah
riwayat menceritakan tentang dialog antara Iblis dan Allah:
Iblis:
“Engkau tidak berhak menghukum aku karena aku tidak bersujud kepada Adam!”.
Allah:
“Mengapa demikian?”.
Iblis:
“Jika engkau benar-benar menghendaki aku sujud kepadanya, niscaya kehendak-Mu
akan memaksaku melakukannya”.
Allah:
“Sejak kapan engkau tahu bahwa Aku tidak menghendakimu sujud kepada Adam?, apakah
setelah firman-Ku sehingga jelas penentanganmu atau sebelum Aku berfirman?
Iblis:
“Setelah Kau perintahkan”.
Allah:
“Jika demikian maka sempurnalah hujjah-Ku atasmu, berarti engkau telah
menentang perintah bahkan sebelum kau tahu apa yang Kuiinginkan. Dan jika sujud
itu Aku paksakan kepadamu maka tidak perlu aku mengeluarkan perintah” (Tafsir
Al Kasyif, Jawad Mughniyah, jilid 1)
Dalam
kitab yang sama disebutkan bahwa pada suatu hari Nabi Muhammad saw. hendak berkhalwat
di gua Hira. Di tengah perjalanan, beliau bertemu Iblis yang mengganggunya.
Nabi berkata: “Ikutlah aku, barangkali Allah berkenan berbaik hati dan
memaafkanmu!”. Iblis menjawab: “Bukan aku yang harus minta maaf kepada Allah
tapi Allah yang harus meminta maaf padaku!”, “Mengapa demikian?”, Tanya Nabi.
Iblis menjawab: “Allah menghukumku karena penolakanku untuk sujud kepada Adam,
padahal keenggananku untuk sujud kepadanya karena aku hanya ingin memurnikan
sujudku hanya kepada Allah, sejak kapan ikhlas itu adalah dosa?.
Singkat
cerita, Nabi menjawab: “Tidak mungkin bertemu antara keikhlasan dan penolakan
terhadap perintah-Nya”. (Tafsir Al Kasyif, Jawad Mughniyah, jilid 1)
Dalam
sebuah riwayat disebutkan, pada suatu hari Iblis bertemu Nabi Isa as. Iblis
berkata: “Wahai Isa, bukankah engkau adalah pilihan dan kekasih Allah?”, “Ya”,
kata Isa. Iblis melanjutkan: “Jika demikian maka buktikanlah, jatuhkan dirimu
dari atas gunung ke arah batu terjal dibawahnya, jika Dia memang mencintaimu
maka Dia akan menyelamatkanmu!”. Dengan cerdik Nabi Isa menjawab: “Tuhanlah
yang layak menguji hamba-Nya, bukan hamba yang menguji Tuhannya”.
Dari
beberapa riwayat diatas, kita mengambil pelajaran betapa betapa tanpa ilmu
segala sesuatu akan menjadi bencana bagi diri sendiri dan orang lain. Namun
ilmu tanpa keimanan, ketaqwaan dan kebijaksanaan hanya akan menjerumuskan kita
ke lembah kehinaan. Jika seseorang yang tidak berilmu terjatuh maka ia akan menyadari
bahwa hal itu adalah akibat kecerobohannya, namun jika seseorang merasa memiliki ilmu
terjatuh, seringkali ia tidak akan menerima kenyataan dan kekurangannya. Alih-alih menyadari, ia mencari
pembenaran atas kecerobohannya itu. Itulah mengapa Allah mengajarkan agar kita (sebagai
khalifah-Nya) harus memiliki sebagian dari sifatnya terutama aliimun hakim
(alim lagi bijaksana)
Subhaana rabbika rabbil 'izzati 'amma yashifun.....
wasalaamu 'alala mursaliin...
walhamdulillahi rabbil 'alamin...
No comments