DS032-FANATIK
Komunitas adalah kebutuhan makhluk sosial.
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan
interaksi dengan manusia lain baik untuk memenuhi kebutuhannya, menyalurkan
keinginannya atau transfer pemikirannya.
Di sisi lain, manusia diciptakan sebagai makhluk yang
memiliki perbedaan dengan makhluk sejenisnya. Baik perbedaan fisik seperti
warna kulit, bahasa dan sebagainya, atau perbedaan non fisik seperti cara
berfikir yang melahirkan berbagai pandangan, termasuk pandangan agama.
Dalam berbagai perbedaan itu, manusia mulai merasa
perlu menyatukan beberapa perbedaan dalam sebuah fakta yang menyatukan. Kondisi
itulah yang membidani kelahiran berbagai komunitas dan kelompok yang
mendasarkan kelompok mereka diatas satu hal yang disepakati.
Dengan hidup berkomunitas, manusia merasakan
ketenangan dan merasa mendapatkan kemudahan untuk memenuhi kebutuhannya. Ia juga
dengan leluasa berbagi opini dengan orang-orang yang memiliki dasar pemikiran
yang sama.
Asas komunitas yang kokoh
Namun demikian, tidak sedikit terbentuknya komunitas
tertentu dapat menciptakan kebanggaan terhadap kelompoknya yang selanjutnya
akan menciptakan perasaan asing dengan manusia lain yang berada dalam komunitas
yang berbeda. Hal itu dikarenakan sosialisasi pemahaman tentang dasar
pembentukan sebuah komunitas yang tidak dilakukan dengan sempurna. Akibatnya, jika
suatu saat terjadi peristiwa yang memantik benturan maka benturan yang terjadi
akan bersifat lebih massal karena tidak lagi terjadi antar personal namun antar
komunitas yang disatukan oleh solidaritas kelompok tanpa pemahaman akan dasar
yang benar. Apalagi jika anggota komunitas menisbahkan diri kepada kelompok
tertentu karena dorongan emosional yang tercipta akibat propaganda atau cuci
otak yang tidak membangun dan tidak bertanggung jawab. Lihatlah beberapa oknum gang
motor yang video unggahan mereka menjadi viral dengan perbuatan anarkis yang
melahirkan berbagai tindakan kriminal atau perhatikan berbagai kasus tawuran
massal antar sekolah yang meresahkan banyak pihak dan menjadi catatan suram
bagi dunia pendidikan.
Karenanya dalam membentuk sebuah komunitas kita harus
memiliki dasar pemersatu yang benar-benar matang sehingga layak untuk diperjuangkan
dengan kesadaran, bukan dengan luapan emosi yang menggilas logika akal sehat.
Konsekwensi dan loyalitas terhadap asas
Setelah terbentuk asas yang kokoh maka harus tercipta
juga kondisi dimana setiap anggota komunitas siap menerima segala konsekwensi
yang merupakan perjuangan yang lahir dari loyalitas terhadap asas komunitas. Dengan
kata lain apapun yang ia lakukan harus disesuaikan dengan asas tersebut
meskipun terkadang dirasakan berat dan mungkin tidak menguntungkan bagi anggota
secara personal. Tanpa loyalitas maka komunitas dan undang-undangnya tidak akan
bermakna bahkan akan menjadi senjata penyimpangan yang lebih berbahaya.
Komunitas agama
Masalah penetapan asas dan loyalitas terhadapnya menjadi
sangat urgen ketika komunitas yang dibentuk adalah komunitas berbasis agama. Kelompok
yang berbasis agama memerlukan pemahaman yang benar-benar matang dan sempurna
terhadap asas yang mendasarinya. Hal itu mengingat betapa agama bagaikan pedang
dengan ujung bermata dua yang teramat tajam, dimana satu ujung sangat
konstruktif dan memberikan kebahaiaan bagi masyarakat manusia dan ujung yang
lain sangat destruktif bahkan akan menjadi sumber kepunahan budaya manusia.
Dengan kata lain, pembentukan komunitas agama
memerlukan usaha pendalaman terhadap makna agama yang akan menjadi dasar
pembentukan satu komunitas agama dan setelah itu penanaman loyalitas logis
terhadanya.
Setiap kelompok selalu bangga dengan kelompoknya
Satu hal yang
menjadi bencana bagi komunitas agama adalah kebanggaan terhadap komunitas dan
melupakan asas yang seharusnya selalu menyertai dalam setiap kebijakan dan
tindakan, apapun konsekwensinya. Saat itu komunitas akan menjadi kendaraan
menuju kehancuran manusia karena saat itu pembuat kerusakan memiliki senjata
ampuh untuk melancarkan aksinya. Bukankah kita melihat bahagaimana sebuah
kelompok yang mengatasnamakan Islam telah melakukan tindakan yang kontra
produktif dengan Islam itu sendiri. Mereka melakukan kerusakan dan pertumpahan
darah sesame muslim hanya untuk mencapai misi golongan yang disimpangkan?. Bukankah
perseteruan antar partai atau ormas Islam selalu bersenjatakan ayat suci dan
hadits Nabi demi menunjukkan keunggulan kelompok mereka dari yang lain?.
Hal tersebut menjadi
bukti bahwa kebanggan mereka bukan karena Islam sebagai landasan tapi terhadap
kelompok mereka yang mengibarkan bendera Islam bertuliskan lafadz tauhid. Mereka
tidak memperjuangkan Islam karena yang mereka perjuangkan adalah islamisme
dengan mempolitisir Islam untuk mencapai tujuan non islami mereka. Sayangnya masih banyak masyarakat yang belum
mampu membedakan diantara komunitas Islam dan gerombolan Islamisme. Gerakan Islam
memperjuangkan loyalitas terhadap landasan Islam yang dipahami dan diyakini. Sebuah
perjuangan murni dilakukan untuk mewujudkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Sementara gerakan Islamisme adalah gerombolan pengacau dan mufsid yang
menjadikan agama sebagai tameng bagi tujuan destruktif mereka terhadap Islam
dan kaum muslimin.
Allah berfirman:
وَإِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً
وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ ...فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُم بَيْنَهُمْ
زُبُرًا ۖ كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“Dan
sesungguhnya umat kalian ini adalah umat yang satu dan Aku adalah Tuhan kalian,
maka sembahlah Aku. Putuskanlah dirimu dari usrusan mereka biarkan mereka sibuk
dengan dirinya, karena setia kelompok merasa bangga pada kelompoknya
masing-masing
(Q.S Al
Mukminun 53-54)
مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا
شِيَعًا ۖ كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ (
“…diantara orang-orang yang memecah belah agama mereka
hingga menjadi berbagai kelompok dimana setiap kelompok merasa bangga dengan
kelompoknya
(Q.S. Ar Rum:32)
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete