DS038-TAQWA SYARIAT DAN TAQWA TARIKAT
Syeikh Anshari ra. adalah
seorang marji’ besar pada jamannya. Beliau dikenal sebagai orang yang teliti dalam
segala sesuatu.
Syeikh Anshari
memiliki seorang saudara bernama Manshur yang hidup dalam kekurangan dan
kemiskinan yang menghimpit
Syeikh Anshari memberikan kepada saudaranya itu bantuan
dengan kadar yang sama dengan bantuan yang diberikan kepada orang lain.
Mengetahui hal itu, suatu hari, ibu beliau datang menemui beliau dan berkata: “Manshur, saudaramu, adalah orang yang sangat miskin, berikanlah kepadanya lebih banyak (dari orang lain)!”.
Syeikh Anshari menjawab: “Wahai ibu, di akhirat nanti, saya tidak punya jawaban di hadapan Allah seandainya aku memberinya lebih dari orang lain. Jika ibu memiliki jawaban di hadapan Allah, maka ambillah kunci ini dan berikan kepadanya sesuai keinginan ibu”.
Mengetahui hal itu, suatu hari, ibu beliau datang menemui beliau dan berkata: “Manshur, saudaramu, adalah orang yang sangat miskin, berikanlah kepadanya lebih banyak (dari orang lain)!”.
Syeikh Anshari menjawab: “Wahai ibu, di akhirat nanti, saya tidak punya jawaban di hadapan Allah seandainya aku memberinya lebih dari orang lain. Jika ibu memiliki jawaban di hadapan Allah, maka ambillah kunci ini dan berikan kepadanya sesuai keinginan ibu”.
Ibu Syeikh Anshari
yang juga memiliki sifat wara’ dan takut kepada Allah itu berfikir sejenak dan
berkata: “Tidak, aku juga tidak memiliki jawaban jika ditanya Allah di akhirat
kelak”, sambil mengembalikan kunci itu kepadanya.
Perhatikanlah bagaimana para ulama mengajarkan kepada kita bahwa akhlak Ahlul Bait as. bukan hanya teori dan kata-kata.
Itulah bukti bahwa setiap ilmu yang dicapai dengan ikhlash akan melahirkan
ilmu yang lain jika ilmu tersebut diamalkan.
Karenanya dalam Al Quran disebutkan bahwa orang beriman harus melalui dua tingkat taqwa yaitu taqwa fiqh (dengan ilmu syari’at) dan taqwa i’tiqadi (dengan ilmu tarikat). Ayat itu adalah:
Karenanya dalam Al Quran disebutkan bahwa orang beriman harus melalui dua tingkat taqwa yaitu taqwa fiqh (dengan ilmu syari’at) dan taqwa i’tiqadi (dengan ilmu tarikat). Ayat itu adalah:
Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah
kepada Allah dan hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang telah dilakukan
untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah karena Dia
mengetahui apa yang kalian lakukan. (Q.S. Al Hasyr: 18)
Keterangan
ayat:
(يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد(
Wahai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dan hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang telah
dilakukan untuk hari esok
Yang dimaksud dengan hari esok adalah hari kiamat dan
yang artinya, kita harus memperhatikan amal yang telahkita lakukan, baik amalan shalih
yang menyelamatkan atau amal buruk yang akan menghinakannya
(واتقوا
الله إن الله خبير بما تعملون)
…dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah maha tahu apa yang kalian lakukan
Maksud dari taqwa pada ayat pertama adalah melaksanakan
amaliyah sedangkan taqwa pada ayat kedua adalah melihat amalan dari sudut pandang keshalihan
dan keikhlasan.
Hakikat ini juga dikuatkan dengan apa yang dijelaskan bahwa ilmu yang dimiliki manusia dapat dibagi dua yaitu ilmu husuli (gambaran) dan hudhuri (hakikat) , dimana ilmu hakikat merupakan ilmu yang dicapai manusia setelah melakukan pengolahan ilmu gambaran sesuatu hingga ia sampai kepada keimanan akan hakikat sesuatu. Hal itu dilakukan dengan riyadhah (latihan batin) untuk merubah format memahami menjadi proses merasakan. Sebagaiama hadits berikut ini:
مَنْ
عَمِلَ بِمَا عُلِمَ عَلَّمَ اللهُ مَا لَمْ يَعْلَمْ
Barangsiapa yang beramal dengan ilmunya
maka Allah akan mengajarkan apa yang tidak ia ketahui.
Maka, untuk mencapai derajat ilmu yang sesungguhnya, seorang alim harus mengamalkan ilmu tersebut sehingga menjadi bagian dari dirinya
Maka, untuk mencapai derajat ilmu yang sesungguhnya, seorang alim harus mengamalkan ilmu tersebut sehingga menjadi bagian dari dirinya
Rasulullah bersabda:
الْعِلْمُ وَبَال عَلَى صَاحبِهِ الاَّ مَا عُمِلَ بِهِ
"Ilmu adalah bumerang bagi pemiliknya kecuali ilmu yang diamalkan"
Bisa disimpulkan bahwa manusia harus melalui jalur syari'at (taqwa fikih) dan tarikat (taqwa spiritual) sehingga ia akan mencapai hakikat sesuatu dan bukan hanya gambaran sesuatu.
Betapa indah jika kita mengambil dan menerapkan akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah dan Ahlul Bait as. serta tidak hanya menjadikannya hiasan pikiran kita dan kekaguman semu.
Betapa indah jika kita mengambil dan menerapkan akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah dan Ahlul Bait as. serta tidak hanya menjadikannya hiasan pikiran kita dan kekaguman semu.
Apabila orang2 yang beriman di suruh bertaqwa pada Allah. Dimana kah kedudukan kita yang iman nya belum di ketahui kedudukan May 😢😢😢
ReplyDeletebukan sampai dimana yang harus kita pikirkan tapi berusahalah untuk selalu berada dalam ridhaNya...justeru kita tidak boleh merasa cukup dalam hal ibadah dan tingkat ruhani...Imam Ali berkata: "Barangsiapa mengatakan SAYA alim maka dialah manusia bodoh yang sesungguhnya...
ReplyDeleteShukran Akhi. Semuga kita senantiasa di dalam ridha nya...insyallah diri ini tidak pernah sedikit pun terasa alim dan senantiasa juga berdoa semuga tidak akan merasa alim. Memang tak alim pun macam mana nak rasa alim😍😍😍
DeleteMaaf ustaz nak Tanya Apa beza nya iman dan taqwa? Selama ini Ana fikir orang yang beriman tentu nya orang yang bertaqwa
ReplyDeletemenurut saya, Iman cenderung dipandang dari dimensi ruhani sedang taqwa dimensi amaliyah
ReplyDelete